Berikut adalah contoh penggunaan coding ICD-10 dalam aplikasi rekam medis:
1. Pada saat pendaftaran pasien, petugas front office akan menginput informasi pasien seperti nama, alamat, nomor telepon, tanggal lahir, jenis kelamin, dan lain-lain. Di sini, petugas akan menentukan kode diagnosis awal pasien berdasarkan keluhan utama yang dilaporkan oleh pasien. Misalnya, jika pasien melaporkan sakit kepala, maka petugas dapat menentukan kode diagnosis G44.209 untuk sakit kepala tanpa spesifikasi.
2. Setelah pasien bertemu dengan dokter, dokter akan menentukan diagnosis pasien berdasarkan pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan, dan tes laboratorium. Dokter akan mencatat diagnosis ini pada berkas rekam medis pasien. Petugas rekam medis kemudian akan menggunakan informasi ini untuk menentukan kode diagnosis akhir pasien berdasarkan ICD-10. Misalnya, jika dokter mendiagnosis pasien dengan gangguan depresi mayor, maka petugas rekam medis dapat menentukan kode diagnosis F32.9 untuk gangguan depresi mayor tanpa spesifikasi.
3. Selain kode diagnosis, petugas rekam medis juga dapat menentukan kode tindakan medis yang dilakukan pada pasien berdasarkan ICD-10-PCS (Procedural Coding System). Misalnya, jika pasien menjalani operasi patah tulang, maka petugas rekam medis dapat menentukan kode tindakan medis 0QS703Z untuk fiksasi tulang pada kaki bawah.
4. Kode diagnosis dan tindakan medis yang ditentukan oleh petugas rekam medis kemudian akan digunakan untuk menghasilkan tagihan dan klaim asuransi kesehatan. Kode-kode ini juga dapat digunakan untuk tujuan statistik dan penelitian medis.
Dalam keseluruhan, penggunaan coding ICD-10 dalam aplikasi rekam medis sangat penting untuk memastikan bahwa informasi medis yang diberikan akurat dan sesuai dengan kondisi medis pasien. Hal ini dapat membantu dokter dan tenaga medis lainnya dalam memberikan perawatan medis yang tepat dan efektif.
0 komentar:
Posting Komentar